Senin, 11 Maret 2013

MENJADI MANUSIA SEMPURNA

Segala apa yang ada didunia ini adalah merupakan kodrat dan kehendak Allah swt. Allah Maha berkehendak, apabila ia menginginkan suatu penciptaan maka ia hanya akan berkata jadilah, maka jadilah sesuatu itu menurut kehendak dan keinginannya. Seperti halnya kita ada didunia ini, sebagai makhluk yang dikatakan dalam al-Quran sebagai ahsanut taqwin, seyogyanya kita lebih menghambakan diri kita kepada Sang Kholik dari pada makhluk-makluk lain ciptaan-Nya. Penghambaan inilah sesungguhnya yang membuat kita mencapai derajat mulya, yakni ahsanu taqwim atau sebaik-baik makhluk. Namun jika sebaliknya, yang kita lakukan terhadap Sang Kholik adalah sebuah kenistaan dan penghianaatan serta kekufurun atas nikmat penciptaaan yang telah Ia lakukan, maka kita akan menjadi sejelek dan serendah-rendah makhluk yang lebih rendah dari pada seekor kera.
Manusia merupakan makhluk yang paling mulya yang diciptaan oleh Allah swt sebagai hamba sekaligus kolifah-nya dimuka bumi ini. Semua manusia yang hidup dibumi sejatinya memiliki fitrah untuk menghambakan diri kepada-Nya, tanpa di peritahpun sudah seharusnya manusia mengabdikan diri kepada-nya sebagi sebuah implementasi dari pada rasa syukur atas nikmat penciptaan. Pengabdian dan penghambaan kepada Sang Pencipta merupakan sumber dari pada kebahagiaan manusia dalam hidupnya, manusia benar-benar akan merasa tentram jiwa dan hatinya apabila ia selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena memang, jiwa manusia memiliki fitrah untuk selalu dekat dan bersifat menghamba kepada penciptnanya yakni Allah swt.
Kita telah ketahui bersama bahwa raga manusia berasal dari tanah yang bau sekali, oleh karena itu raga selalu mengajak kita kembali kepada tanah. Artinya, kita selalu di ajak oleh raga yang telah menyatu dengan nafsu untuk melakukan hal-hal yang hina dan buruk seperti halnya tanah yang dipakai untuk menciptakan raga atau badan. Raga akan selalu memaksa untuk kembali kepada asal muasalnya dimana ia diciptakan. Sedangkan jiwa berasal dari Allah yang Maha Tinggi, oleh karena itulah jiwa selalu mengajak kepada kebaikan dan hal-hal yang tinggi serta suci.
Jiwa manusia adalah merupakan motor penggerak sekaligus pengontrol dari pada raga, jiwa seyogyanya mampu mengontrol dan mengendalikan raga, jika jiwa tidak mampu mengendalikan raga, maka keburukan yang kehinaanlah yang akan memenangkan pertandaingan antara jiwa dan raga. Sejatinya, jiwa dan raga selalu berperang untuk saling mengalahkan, jiwa mengajak pada kebaikan sedangkan raga mengajak kepada keburukan. Namun, raga tadak akan bisa berupaya didepan jiwa yang besar. Kekalahan manusia dalam menghadaipi raganya (nafsunya) adalah karena kesempitan dan kekotoran jiwanya, namun apabila ia mampu membesarkan dan melapangkan jiwanya, maka ia akan mampu mengatasi keburukan yang ditimbulkan oleh raganya atau nafsunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar